Powered By Blogger

Minggu, 16 September 2012

KEPADA PUTRA-PUTRA ISLAM YANG PENUH SEMANGAT

Kepada kelompok ini, yang berkepribadian mulia, yang berhati jernih, yang bercita-cita tinggi, yang berjiwa terhormat, yang cinta bekerja, dan menjadi tumpuan harapan, dimana seorang penyair telah putus asa mendapatkan orang semacamnya:
Telah sekian lama ‘ku bergaul dengan banyak orang
pengalaman demi pengalaman menempaku
tiada hari datang kepadaku
kecuali menyenangkan di jumpa-jumpa pertama
namun menyakitkan jua di akhirnya
kami katakan, “Kalian kini berada di hadapan seruan dakwah yang baru. Kaum muda menyeru kalian untuk bekerja bersama mereka dan bergaul dengannya untuk menuju suatu tujuan, yang ia adalah cita-cita setiap muslim dan harapan setiap mukmin. Adalah hakmu bertanya tentang sejauh mana persediaan sarana operasional jamaah. Dan kewajibanmu pula untuk mengetahui lebih dalam apa-apa yang diserukannya kepadamu.
   Saya merasa kagum akan kejujuran dan ketulusan mereka untuk bergabung dengan jamaah kita. mereka minta penjelasan terhadap setiap kata dan setiap ungkapan kepada saya. Mereka mengkonsultasikan setiap sarana yang dipergunakan, hingga jika sudah merasa puas, mereka segera menyampaikan pesan-pesannya dengan keyakinan yang bulat, jelas maksudnya, dan riil pula dampaknya. Mereka senantiasa bekerja dengan kesungguhan yang penuh hingga saat ini, dan saya berharap akan terus begitu dengan izin Allah swt. Namun demikian, saya mempunyai beberapa catatan untuk mereka, antara lain:
     Daripada mereka membuang waktu untuk berbagai pertanyaan ini, bukankah lebih baik jika bergabung saja dengan jamaah dan bekerja didalamnya? Jika mereka melihat kebaikan disana, itulah yang semestinya. Namun jika selain itu yang dilihat, maka jalan untuk keluar dan melepaskan diri darinya demikian jelas membentang, apalagi pintunya ada di dua tempat: tempat masuk dan tempat keluar. Aktivitas jamaah begitu jelas, tidak ada yang tersembunyi dan tidak ada pula misterius. Dahulu ada cerita bahwa para ahli nahwu berselisih pendapat tentang jumlah bait Alfiyah (pelajaran nahwu yang dipuitisasikan ) Ibnu Malik. Perselisihan ini telah memancing perdebatan serius yang justru tidak mendatangkan manfaat apa pun, hingga akhirnya datanglah salah seorang tokoh mereka dengan membawa bukunya dan berkata, “Inilah dia, hitunglah dan sepakatlah.” maka dengan itulah perselisihan bisa diselesaikan.
   Inilah Jam’iyah Ikhwanul Muslimin, wahai sahabatku. Di setiap tempat, ia menyeru orang dan membuka pintunya lebar-lebar sembari berkata, “Marilah, jika anda lihat sesuatu yang menyenangkan hati, maka bergabunglah bersama dengan berkah Allah. Jika tidak melihat yang demikian, maka berkatalah sebagaimana yang dikatakan Basyar:
Jika suatu negeri mengingkari
Atau aku mengingkarinya
Aku pun segera keluar bersama burung-burung
Dan penduduknya
   Tidakkah mereka tahu bahwa jamaah itu tiada lain adalah sekumpulan individu yang terikat? Jika setiap individu bertanya dengan pertanyaan “Maka di manakah jamaah itu sebenarnya?” ini adalah tipuan logika belaka yang-sayangnya-banyak diikuti orang. Jika anda ingin mengenalkan kursi misalnya, anda akan mengatakan bahwa ia adalah benda yang terdiri dari tiga unsur tempat duduk, sandaran dan empat buah kaku. Akan tetapi, tahukah bahwa definisi seperti ini sesungguhnya tidak benar dan menipu belaka? Kenapa demikian, karena apakah benda itu sesuatu yang ada di luar ketiga unsur tersebut?  Jika anda pisahkan kursi itu dari kaki-kakinya, tempat duduk, dan sandarannya, apakah masih ada sebuah benda yang bisa diidentifikasi sebagai berwujud?
   Demikian juga, orang banyak tertipu dalam memahami hakekat jamaah dan individu. Mereka mengira bahwa jamaah itu sesuatu sedangkan individu adalah sesuatu yang lain. Padahal jamaah itu tidak lain kecuali kumpulan dari individu-individu, dan individu-individu itu adalah komponen bangunan jamaah itu sendiri. Apabila komponen bercerai-berai dan setiap mereka bertanya dengan pertanyaa “Lalu di mana jamaah itu?” siapa yang bertanya dan siapa yang ditanya? Kita sering memahami secara keliru seperti demikian ini disebabkan oleh kebiasaan kita bersikap kurang bertanggung jawab; kita menimpakan beban tanggung jawab hanya pada pundak seseorang. Berikutnya lahirlah sikap masa bodoh, tidak tahan uji menghadapi keadaan, dan tidak kunjungan melangkah lebih maju.
   Kami serukan kepada para putra Islam yang memiliki semangat bahwa seluruh jamaah Islam di masa kini sangat membutuhkan munculnya pribadi aktivis sekaligus pemikir dan anasir produktivitas yang pemberani. Maka haramlah hukumnya bagi orang semacam ini untuk tertinggal dari kafilah, meskipun sesaat. Dan tidakkah mereka memahami-semoga Allah memberinya dukungan-bahwa hendaknya mereka segera bergabung dengan jamah ini. Jika mereka menjumpai bahwa jamaah ini adalah jamaah yang aktif sebagaimana mestinya, maka berbahagialah. Namun jika merka tidak menjumpai yang demikian itu, tunjukkan kepribadian dan kekuatan pengaruhnya untuk membangun apa-apa yang seharusnya ada. Kalau ternyata apa yang mereka upayakan tidak bisa diterima, mereka telah mendapatkan pemakluman dari tuhan dan dirinya. Apalagi jika orang-orang yang  menyeru dakwah ini adalah kaum yang mengetahui bahwa diatas orang yang memiliki pengetahuan dan Dzat yang Mahatahu, dan bahwa setiap orang yang memiliki pendapat berhak menyampaikan pendapatnya. Lihatlah Rasulullah saw. Jika dibanding dengan manusia seluruhnya, pendapatnya adalah sebenar-benar pendapat dan pemikirannya adalah sematang-matang pemikiran, namun ia mengambil juga pendapat Hubaib ra. Di perang Badar dan pendapat Salam di perang khandaq. Mereka tentu saja sangat bahagia, karena ada yang mengambil pendapatnya untuk suatu pekerjaan yang benar.
   Tidakkah mereka mengetahui bahwa jika mereka telah mencoba sekali, dua kali, atau lebih dari itu, namun belum juga berhasil, janganlah putus asa. Mereka harus ‘memainkan bola’ terus-menerus sehingga menciptakan ‘gol’ pada saatnya. Jika mereka tergesa-gesa dan cepat putus asa, hilanglah kesempatannya untuk memperoleh keberuntungan itu.
   Hal ini persis sebagaimana kisah seorang pemburu ikan. Suatu saat ia mendapat ikan yang besar. Lalu ia melihat di dasar air itu ada rumah karang yang disangkanya mutiara. Demi melihat itu, ditinggalkanlah ikan yang sudah di tangan untuk mengambil rumah karang. Ketika ia melihat dari dekat, menyesallah hatinya. Kemudian ia melihat ikan kecil membawa mutiara, namun ia tidak mengacuhkannya karena disangka rumah karang. Akhirnya ia hanya mendapatkan ikan kecil, serta kehilangan ikan besar dan mutiara, sesuatu yang berlipat-lipat lebih berharga, atau seperti seekor itik di suatu danau. Ia melihat bayangan di dasar air yang disangkanya ikan. Ia berusaha menjulurkan paruhnya untuk mendapatkannya. Ia mematuknya berkali-kali hingga kecapaian lalu ditinggalkan dengan perasaan marah. Sejenak kemudian berlalulah ikan dihadapannya. Ia acuh tak acuh karena menganggapnya bayangan. Lalu ia pun meninggalkannya. Dengan begitu ia merugi dan kehilangan kesempatan berharga dan sirnalah pula harapannya.
   Inilah beberapa catatan, yang perlu saya sampaikan kepada orang-orang yang ingin beraktivitas dalam Islam dari kalangan putra-putranya. Saya pikir ini patut direnungkan dalam-dalam. Kami serukan dakwah Ikhwanul Muslimin ini kepada mereka. Hendaklah mereka mencoba bergabung dengannya. Jika mereka mendapati kebaikan, dukunglah dan jika mendapati kebengkokan, luruskanlah. Jangan sampai percobaan mereka menjadi penghalang bagi kemajuan bersama. Saya berharap mereka menyaksikan pada diri Ikhwan pemandangan yang menentramkan hati-hati, insya Allah. Saya akan menyampaikan lagi sebagian keterangan pada kesempatan mendatang.

(Dimuat oleh harian Ikhwanul Muslimin, Edisi XV, 6 Jumadil Ula 1353 H)

TIGA PESAN IMAM AL GHOZALI UNTUK KAUM MUKMIN

Ada tiga pertanyaan besar yang harus kita jawab sebagai umat yang telah mengaku beragama islam. Pertanyaan itu adalah; pertama, sudah seberapa besarkan sholat kita selama ini berpengaruh kepada tingkah laku kita? Kedua, sudah seberapa besarkah puasa kita berpengaruh terhadap kita? Dan yang ketiga sudah seberapa besarkah shodaqoh kita selama ini? Tiga pertanyaan diatas cukup mudah untuk diucapkan. Tapi untuk menjawabnya memerlukan perenungan dari setiap pribadi kita masing-masing. Untuk pertanyaan yang pertama, seberapa besarkah pengaruh sholat kita berpengaruh kepada tingkah laku kita? Berkaitan dengan hal ini imam besar Syekh AL-Ghazali pernah berpesan kepada kita, “Jadikanlah sholat kita sebagai sarana untuk menambah kesabaran diri kita dalam menghadapi segala hal.” Termasuk bersabar dalam menghadapi masalah, musibah, maupun bersabar dalam menahan nafsu untuk berbuat maksiat. Coba kita renungkan bagaimana kita ketika sholat, sudah khusyuk apa belum, kemudian apa imbasnya amal utama kita ini dalam hidup kita. Apakah kita setelah melakukan sholat masih tetap mudah marah, tidak sabar, masih melakukan perbuatan maksiat atau sebaliknya menjadi mukmin yang sholeh dengan menjauhi semua pebuatan maksiat dan selalu bersabar dalam menghadapi semua ujian dari Alloh SWT.

Sebagaimana yang pertama untuk menjawab pertanyaan kedua ini perlu perenungan yang dalam pula. Sekarang mari kita renungkan kembali, bgaimanaah puasa kita selama ini, baik puasa wajib maupun puasa sunnah yang telah kita kerjakan. Apakah hanya sebatas menahan lapar dan dahaga atau lebih dari itu? Puasa menurut bahasa adalah menahan. Menurut syariat islam puasa adalah suatu bentuk aktifitas ibadah kepada Allah SWT dengan cara menahan diri dari makan, minum, hawa nafsu, dan hal-hal lain yang dapat membatalkan puasa sejak terbit matahari/fajar/subuh hingga matahari terbenam/maghrib dengan berniat terlebih dahulu sebelumnya. Makna puasa diatas sejalan dengan pesan Syekh AL-Ghazali yang berkata “jadikanlah puasa kita adalah puasa untuk menahan diri dari melakukan perbuatan dosa. Karena puasa yang terbaik adalah berpuasa untuk tidak melakukan perbuatan dosa”. Selama ini kita sering terjebak bahwa puasa hanyalah menahan diri ini untuk tidak makan da minum mulai dari terbitnya matahari hingga terbenam matahari. Padahal lebih dari itu pahala yang paling besar dari puasa adalah berpuasa untuk tidak melakukan perbuatan dosa selama hidup di dunia dalam rangka beribadah kepada Alloh. Ketiga, seberapa besarkah shodaqoh kita, apa yang kita shodaqohkan dan seberapa manfaat shodaqoh itu? Selama ini tentunya kita sudah melakukan amalan yang satu ini, entah seberapa besar yang telah kita keluarkan. Dan manfaatnya pastinya akan meringankan orang yang kita beri sedekah tersebut. Namun dalam shodaqoh kita sering terjebak pula bahwa shodaqoh itu hanyalah mengeluarkan sejumlah uang atau harta kepada orang lain. Berkaitan dengan amalan yang satu ini Imam Al-Ghazali berpesan kepada kita, “jadikanlah shodaqoh kita adalah shodaqoh untuk membantu meringankan penderitaan orang lain yang membutuhkan pertolongan kita”. Jadi shodaqoh itu maknanya luas, membantu orang tidak harus dengan uang, tapi banyak yang bisa kita lakukan unutk membantu orang lain. Jika ada orang sedang terkena musibah masalah keuangan, hutang misalnya, kita bisa bershodaqoh dengan membantu dia dengan mencoba membantu membayar hutang dia, jika ada orang sedang membutuhkan tenaga kita untuk membantunya menyelesaikan pekerjaannya, membangun rumah atau ada kematian misalnya, kita bershodaqoh dengan tenaga kita untuk meringankan beban mereka. Sekarang kita sudah memasuki penghujung bulan syawal, bulan yang dalam tradisi kita aadalah bulan untuk saling bermaafan. Tapi kita juga harus ingat penghujung tahun ini baik tahun qomariyah maupun tahun masehi sudah dekat. Untuk marilah kita merenung sejenak dengan tiga masalah diatas.

Kilas balik bulan puasa/ramadhan kemarin semua manusia yang beragama islam berudah drastis dari kebiasaan sebelum memasuki puasa. Yang tadinya belum shalat atau tidak rajin shalatnya menjadi hamba yang taat dalam menjalankan shalat baik shalat wajib maupun yang sunnah. Masjid yang tadinya sepi menjadi penuh sesak oleh jamaah untuk melakukan shalat berjamaah dimasjid. Orang-orang yang tadinya tidak pernah melakukan puasa menjadi hamba yang sangat antusias untuk melakukan ibadah wajib sebulan setiap tahun ini. Orang-orang kaya yang tadinya tidak pernah bersedekah pada bulan ramadhan berlomba-lomba untuk saling berbagi kepada kaum dhuafa’. Dan realita setelah bulan puasa selesai hamba-hamba yang tadinya taat selama sebulan ini masih tetap seperti bulan puasa taatnya atau sebaliknya, kembali ke kebiasaan mereka sebelum datangnya bulan puasa. Marilah kita renungkan masing-masing dan kita mulai lagi di akhir bulan syawal ini dengan meningkatkan ibadah sholat kita untuk menambah kesabaran, puasa kita untuk menahan diri dari berbuat dosa dan shodaqoh kita untuk membantu penderitaan orang lain. Karena tanda berhasilnya puasa di bulan Ramadhan kemarin adalah semakin bertambahnya ibadah hamba yang menjalankannya.


(Materi  liqo dari mbak Nadya F.F)

Sabtu, 15 September 2012

Pawai Tebar JIlbab; Syi'ar Jilbab Kampus Pendididikan


Teriknya matahari tak menyurutkan semangat para peserta Pawai Tebar Jilbab pada Jum’at, 7 September 2012 lalu. Agenda yang diselenggarakan oleh Lembaga Dakwah Kampus (LDK) UNJ dan bekerjasama dengan Lembaga Dakwah Fakultas (LDF) se-UNJ ini diikuti oleh hampir 40 mahasiswa muslim dari berbagai fakultas. Tidak hanya kaum wanita, kaum laki-laki pun turut berpartisipasi dalam kegiatan ini. Karena sejatinya mereka juga memiliki tanggung jawab terhadap ibu, saudara perempuannya serta istri dan anaknya kelak agar senantiasa menjaga auratnya dari yang bukan mahram dan mengenakan jilbab sesuai ajaran Islam.
Sekitar sebulan sebelum Pawai Tebar Jilbab ini dilaksanakan, terlebih dahulu diadakan aksi penggalangan dana “One Man, One Hijab” dengan mendonasikan uang sejumlah minimal Rp 20.000,- dan atau mendonasikan sejumlah jilbab. “Dana yang terkumpul digunakan untuk membeli jilbab yang akan diberikan kepada 568 orang mahasiswi baru yang telah didata di setiap fakultas dan kepada beberapa masyarakat sekitar yang masih belum berjilbab”, ungkap Rafika Nurulita, Kepala Keputrian LDK UNJ 2012/2013.
Pawai Tebar Jilbab digelar dalam rangka memperingati International Hijab Solidarity Day (IHSD) yang diperingati setiap tanggal 4 September. IHSD ini sendiri awalnya diprakarsai oleh para pemeluk Islam di 4 negara, yaitu Perancis, Jerman, Tunisia, dan Turki yang dahulu para muslimah berjilbab di Negara tersebut terseringkali mendapat diskriminasi dan kesulitan. Bahkan, pada tanggal 4 September 2002, Perancis resmi melarang penggunaan jilbab bagi warganya. Hal itu tentu saja menyulitkan muslimah untuk menutup aurat sebagai ekspresi keimanan mereka. Karena itu, pada tanggal 4 September 2004 diadakanlah konfrensi di London yang dihadiri oleh Syeikh Yusuf Al Qardawi, Prof. Tariq R, dan juga 300 delegasi dari 102 organisasi Inggris International, yang kemudian menghasilkan keputusan untuk memberikan dukungan penuh penggunaan jilbab bagi para muslimah, penetapan tanggal 4 September sebagai hari solidaritas jilbab internasional (IHSD), serta rencana aksi untuk tetap membela hak muslimah sedunia untuk mempertahankan busana takwanya.


Pawai Tebar Jilbab yang diadakan di UNJ dimulai pada pukul 13:30. Pawai diawali dengan orasi di depan Majid Ulul Albab (MUA) kampus B UNJ. Massa kemudian berjalan melewati daerah Sunan Giri hingga sampai di kampus A UNJ sekitar pukul 14:00. Di kampus A pawai berhenti di setiap Fakultas untuk dilakukan orasi kembali, mulai dari Fakultas Ilmu Pendidikan, Ekonomi, Teknik, Ilmu Sosial, dan berakhir di Fakultas Bahasa dan Seni. Tidak sekedar diisi dengan orasi, sesuai namanya, dalam Pawai Tebar Jilbab ini juga dilakukan pembagian jilbab secara gratis kepada beberapa mahasiswa baru yang belum berjilbab di setiap fakultas sebagai sombolisasi serta pembagian stiker dukungan berjilbab dan leaflet yang berisi tutorial jilbab sesuai syari’at Islam atau yang biasa disebut  jilbab syar’i.
Setelah pawai selesai, pada pukul 16:00 para mahasiswi UNJ diajak lagi untuk menyaksikan secara langsung bagaimana caranya menggunakan jilbab syar’i. Kegiatan tutorial jilbab syar’i yang merupakan bagian dari rangkaian pawai tebar jilbab di UNJ yang bekerjasama dengan komunitas Peduli Jilbab ini dihadiri oleh sekitar 50 orang mahasiswi. “Kami berharap dengan adanya rangkaian kegiatan ini para mahasiswa serta masyarakat sekitar semakin mengerti  tentang pentingnya berjilbab dan bagaimana berjilbab syar’i. sehingga kemudian yang belum berjilbab mau mulai menggunakan jilbab dan bagi yang sudah berjilbab dapat mengaplikasikan jilbab syar’i”, ungkap Rafika.
Semoga rangkaian kegiatan syi’ar jilbab ini dapat membangkitkan semangat para muslimah untuk terus mempelajari Islam dan bangga dengan jilbab sebagai identitas muslimah. Karena sesungguhnya jilbab bukanlah sekedar pilihan, namun merupakan kewajiban serta bentuk penghargaan tertinggi untuk muslimah sejati. (Khoi)