Powered By Blogger

Minggu, 24 Juni 2012

APAKAH KITA PARA AKTIVIS?


Kami telah menjawab pertanyaan “Kepada Apa Kita Menyeru Manusia?” yang dilontarkan oleh banyak orang berkali-kali, pada risalah yang lalu. Mereka senantiasa bertanya setiap diseru untuk mendukung jam’iyyah Ikhwanul Muslimin dengan pertanyaan: “Kepada apa jam’iyyah Ikhwanul Muslimin menyeru?” saya terpaksa menjawab dan menjelaskan dasar-dasar dakwah ini-pada risalah yang lalu-dengan jawaban yang kiranya dapat memenuhi hajat orang-orang yang bertanya tersebut, tanpa ada yang rancu lagi. Kalau tidak salah, saya telah memberi jawaban secara global-dengan membahas dasar-dasar dakwah ini-pada tulisan yang  pertama, kemudian saya merincinya pada uraian selanjutnya. Dengan demikian, rasanya tidak ada lagi alasan bagi orang yang ingin mengenal hakekat dakwah Ikhwanul Muslimin, baik secara global maupun rinci, untuk mengatakan: tidak tahu!
Ada lagi pertanyaan yang tersisa, yang banyak dilontarkan orang ketika diajak memberikan dukungan kepada jamaah ini; yang beraktivitas siang dan malam tanpa mengharapkan balasan dan ucapan terima kasih dari siapapun, kecuali dari Allah saw. Semata. Mereka tidak pula menyandarkan langkah-langkahnya kecuali kepada dukungan dan pertolongan-Nya, karena ‘tidak ada kemenangan kecuali dari sisi-Nya’. Pertanyaan tersebut, yang sering dilontarkan dengan nada sinis, adalah: Apakah jamaah ini merupakan jamaah aktif, dan anggotanya para aktivis?
Orang yang bertanya ini adalah salah satu dari orang-orang dengan tipe berikut:
-    Mungkin ia adalah sosok pengumbar hawa nafsu yang perangainya destruktif, yang ketika melontarkan pertanyaan ini tidak memiliki kepentingan kecuali untuk membuat kekacauan ditubuh jamaah dan prinsip pemikirannya, serta para pendukungnya yang tulus. Ia tidak menganut agama jika dengan itu tidak mendapatkan keuntungan pribadi. Ia tidak peduli dengan urusan orang lain, kecuali jika urusan itu memberikan kemanfaatan bagi dirinya.
-    Mungkin ia pribadi yang lalai akan dirinya sendiri dan-begitu juga-terhadap orang lain. Ia tidak memiliki tujuan hidup, tidak memiliki prinsip pemikiran, dan tidak pula aqidah.
-    Mungkin ia adalah sisik yang hobinya bersilat lidah dan melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang indah-indah agar dianggap oleh para pendengarnya sebagai orang ‘berisi’, meski kenyataannya ‘tong kosong  berbunyi nyaring’ dengan perilakunya, ia ingin membersitkan kesan dibenak kalian bahwa dirinya adalah sosok pencinta amal. Ia senantiasa berusaha membersitkan kesan itu, namun tidak pernah menemukan jalan. Ia menyadari betul  kebohongan dirinya dengan lontaran kata-katanya itu, dan itu semua ia lakukan sekedar untuk menutupi kelemahan dirinya.
-    Mungkin ia seorang yang tengah berupaya untuk melemahkan semangat orang-orang yang menyeru dakwah, agar-dengan lemahnya semangat itu-ia punya alasan untuk menapik seruanya, untuk merespon secara dingin, dan akhirnya berpaling dari amal jama’i.
Golongan yang manapun dari mereka itu, jika anda menemuinya dijalan lalu anda jelaskan padanya manhaj amal yang produktif, anda tuntun mata-telinga, akal pikiran, dan tangannya menuju jalan yang benar, niscaya mereka akan berpaling juga dalam keadaan bingung, jiwanya guncang, bibirnya gemetar untuk mengucapkan kata-katanya, geraknya meragukan, dan diamnya pun tampak salah tingkah. Ia lalu menyampaikan kata-kata ‘maafnya’ dan meminta kesempatan di waktu yang lain saja. Akhirnya, ia pun menghindar darimu dengan seribu satu alasan. Itu semua dilakukan setelah ia-dengan gigihnya-berdiskusi denganmu berlama-lama, dan setelah itu-engkau lihat, ia bahkan merintangi jalan dengan congkaknya.
Perumpamaan mereka itu seperti sepotong cerita bahwa ada seseorang yang dengan semangatnya menghunus pedang, tombak, dan senjata lainnya. Setiap malam ia pandangi senjata-senjata itu dengan gerakan geram karena tidak kunjung menemui musuhnya untuk bias menunjukkan keberanian dan kepahlawanannya. Suatu saat, istrinya ingin menguji kesungguhannya. Dibangunkanlah ia pada tengah malam sembari memanggilnya dengan nada meminta bantuan, “Bangunlah pak, kuda-kuda perang telah mendobrak pintu rumah kita.” Seketika ia terbangun dalam keadaan gemetaran dan wajahnya pucat pasi sambil bergumam ketakutan, “Kuda perang, kuda perang …” Hanya itu yang ia ucapkan, tidak lebih. Ia bahkan tuidak berusaha untuk membela diri. Tatkala waktu pagi tiba, hilanglah akal sehatnya karena ketakutan yang amat sangat dan terbanglah pula nyalinya, padahal ia belum terjun ke medan perang secara nyata dan belum menjumpai seorang musuh pun.
Seorang penyair bertutur:
Kalaupun seorang pengecut tinggal sendiri di bumi
Ia ‘kan menantang tombak dan peperangan
Allah swt. Berfirman,
“Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang menghalang-halangi kamu dan orang-orang yang berkata kepada saudara-saudaranya, ‘Marilah kepada kami.’ Dan mereka tidak mendatangi peperangan melainkan sebentar. Mereka bakhil terhadapmu, apabila datang ketakutan (bahaya), kamu lihat mereka itu memandang kepadamu dengan mata yang terbalik-balik seperti orang yang pingsan karena akan mati, dan apabila ketakutan telah hilang mereka mencaci kamu dengn lidah yang tajam., sedangkan mereka bakhil untuk berbuat kebaikan . mereka itu tidak beriman, maka Allah menghapuskan (pahala) amalnya. Dan yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (Al-Ahzab: 18-19)
Untuk orang-orang seperti ini kita tidak perlu memberi komentar. Kita tidak perlu menjawab mereka, kecuali dengan kata-kata, “Semoga keselamatan atas kalian dan kami tidak membutuhkan orang-orang jahil.” Bukan untuk mereka kita menulis dan bukan kepada mereka dan kita berbicara. Kita telah lama berharap kebaikan untuk mereka dan kita telah tertipu oleh mulut manisnya suatu waktu, lalu terbukalah kedok mereka dan terangkurlah apa yang ada di balik kata-katanya itu. Kita melihat beragam sosok dan kelompok mereka yang membuat hati ini semakin tidak cenderung kepadanya dan tidak sekali-kali akan menyerahkan urusan kepada mereka, meskipun sepele.
Ada lagi kelompok lain: sedikit jumlahnya, tetapi besar kesungguhannya; langka bilangannya, tetapi diberkati dan dilindungi oleh Allah. Mereka bertanya kepadamu dengan pertanyaan serupa ketika diajak untuk mendukung dan bergabung dengan jamaah ini, namun dengan hati yang tulus. Mereka adalah orang-orang yang hatinya telah dipenuhi dengan kerinduan untuk berbuat, sehingga kalau saja mengetahui jalan untuk itu, mereka pasti terjun seketika. Mereka adalah para mujahid, namun tidak kunjung menjumpai medan jihad yang dapat membuktikan kepahlawananya. Mereka telah banyak berinteraksi dengan berbagai kelompok dan telah pula mengkaji berbagai lembaga dan organisasi dakwah, namun itdak menjumpai sesuatu yang memuaskan hatinya. Jika saja mereka menjumpai apa yang mereka inginkan di sana, mereka pasti menempati posisi di barisan pertama dan menjadi bagian dari para aktivis yang tekun.
Kelompok ini telah hilang dan sedang dinanti kedatangannya. Saya yakin sepenuhnya, jika saja seruan ini terdengar olehnya dan sampai di hatinya, mereka pasti akan menjadi salah satu dari dua golongan: golongan aktivis atau-paling tidak-golongan simpatisan; dan tidak mungkin menjadi yang ketiga. Mereka, kalaupun tidak mendukung fikrah ini, tidak akan pernah sekali-kali menjadi musuhnya. Untuk kelompok inilah kita menulis, kepada merekalah kita berbicara, dan bersama merekalah kita saling memahami. Allah swt. Sendirilah yang memilih tentara-tentara-nya dan menyeleksi para aktivis dakwah-Nya.
“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya.” (Al-Qashash:56)
Mudah-mudahan kita sepakat akan apa-apa yang kita inginkan Allah swt. Berfirman dengan kebenaran dan hanya Dialah petunjuk jalan.

Memanfaatkan Liburan Dengan Cerdas


Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. : Rasulullah Saw pernah bersabda, "ada dua anugerah yang disia-siakan manusia; kesehatan dan waktu luang".       ( H.R Bukhori & Muslim).
 
Berakhirnya momentum sakral UAS yang beriringan dengan datangnya liburan menjjadi saat yang ditunggu-tunggu oleh sebagian besar mahasiswa. Namun, akan menjadi sangat disayangkan jika kita tidak dapat memanfaatkannya dengan sebaik mungkin. Karena waktu tidak akan pernah bisa ditahan, ia akan berlalu dan lenyap tak kembali lagi. Terlepas pada hasil UAS yang memuaskan ataupun tidak, tak layak kita mencari-cari alasan hingga hingga lengah dan menyia-nyiakan waktu yang ada. Sesungguhnya nilai akademik itu hanyalah dari sekian banak nilai yang ada di Universitas terbesar ini, Universitas kehidupan. Selain itu, ada yang lebih penting daripada sekedar hasil di akhir, ia adalah proses yang dijalani. Yang menyimpan banyak hikmah dan pelajaran berharga. Tapi, bukan berarti nilai akademik tidaklah penting, hanya saja akan lebih baik untuk kita segera bangkit serta mengambil hikmah dan pelajaran dari kejadian yang telah kita alamisebagai pembelajaran di masa mendatang. 


            Kembali lagi kepada liburan yang ini telah menjelang. Tak bisa dipungkiri, banyak kita temui kasus dimana orang-orang di sekitar kita bahkan diri kita sendiri merasa kekurangan waktu libur. Mengapa? Hal it terjadi karena belum dimanfaatkannya waktu libur secara optimal. Nah, untuk mencegah hal itu, ada beberapa tips yang dapat diaplikasikan saat berlibur nanti :

1.     1.   Tentukanlah skala prioritas dan buatlah planing/rencana.
Pasti kita tidak ingin ada kewajiban-kewajiban yang menumpuk bahkan tak sempat terselesaikan saat liburan mencapai penghujung nanti. Untuk itu, penting bagi kita terlebih dahulu menuntaskan kewajiban-kewajiban iu agar rencana liburan bisa berjalan dengan menyenangkan dan bermanfaat.

2.      2. Jadikan waktu liburan sebagai quality time bersama keluarga, sanak saudara, ataupun teman lama.
Berkunjung ke rumah saudara atau teman untuk mempererat kembali jalinan silaturahmi yang  tak jarang terabaikan karena padatnya rutinitas sehari-hari bisa menjadi hal yang menyenangkan. Selain itu kegiatan bersih-bersih rumah dan menata ulang ruangan bersama keluarga bisa menjadi alternatif kegiatan. 

3.     3.  Belajar sesuatu hal yang baru.
Keluar dari rutinitas sehari-hari dan mencoba berbagai hal baru akan menjadi sangat bermanfaat dan menyenagkan untuk dilakukan. Misalnya seperti mengikuti kegiatan sosial kemasyarakatan.

4.      4. Berwiraswasta.
Jika memungkinkan kita bisa mengisi waktu liburan dengan berjualan atau berwiraswasta kecil-kecilan. Benyak manfaat yang akan bisa kita dapatkan selain menambah pengalaman dan menambah uang saku loh.

5.      5. Yang terakhir, harus, wajib dan kudu tetap update  ilmu.
Libur bukan berarti libur segalanya dong, termasuk tidak libur untuk mengupdate pengetahuan dan informasi. Seminar, workshop, pelatihan bisa kita ikuti. Atau sekedar self learning alias autodidak ilmu-ilmu baru yang bermanfaat dari internet maupun buku. Tak lupa juga untuk tetap mengupdate dan mengupgrade ilmu agama yang akan selalu menjadi pegangan dalam kehidupan kita.


            Jadi, selamat berlibur dan jangan lupa untuk terus meningkatkan catatan amal dan keimanan kita… :)

Senin, 11 Juni 2012

MANFAATKAN MASA MUDAMU..!!

Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wassalamtelah datang dengan membawa kebaikan untuk umat. tiada suatu kebaikan kecuali beliau anjurkan untuk mengerjakannya dan tidak ada suatu keburukan kecuali belilau memperingatkan untuk menjauhinya. Telah terukir dari Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam perkataan-perkataan hikmah dan wasiat-wasiat yang bermanfaat. Diantaranya adalah sabdanya kepada seseorang:
"Ambillah lima sebelum lima, mudamu sebelum tuamu, sehatmu sebelum sakitmu, kayamu sebelum miskin, waktu luang sebelum waktu sempit, hidupmu sebelum mati". (HR. Hakim dalam al-Mustadrak)

Nasehat itu bukan untuk satu orang saja, sungguh nasehat itu unutk umat semuanya dan para pemuda khususnya supaya memanfaatkan umurnya ini dalam ketaatan kepada Allah Subhanallahu Wa Ta'ala.

Pada zaman dahulu umat kita mulia dan kokoh ketika para pemudanya mengerti akan wkatunya, mereka semangat menghabiskan waktunya untuk beribadah kepada Allah seperti Abdullah bin Umar bin Khaththab ra. setelah mendengar perkataan Rasulullah tentang dirinya: "Sebaik-baik laki-laki Abdullah jika dia shalat malam". Maka setelah itu Abdullah tidak tidur malam kecuali sebentar, dia  menghabiskan waktu mudanya untuk shalat malam.

Begitu juga sahabat Abdullah bin Amr bin Ash ra. yang menghatamkan al-Qur'an semalam, ketika mendengar itu Rasulullah memperingatkannya untuk menghatamkannya dalam tujuh malam supaya tidak membosankannya diwaktu tuanya dan sebagai rasa sayang Nabi pada umatnya. Dan banyak sekali contoh-contoh lainnya pada zaman kegemilangan Islam  yang tlah terukir dalam buku-buku sejarah. Oh.. Dimanakah pemuda yang ta'at iut dari pemuda-pemuda zaman ini? Tapi kebanyakan impian pemuda hari ini berputar pada dunia dan syahwat. Waktu mereka terbuang pada televisi, internet, bola, dll. Diantara mereka ada yang tidak menghiraukan hal yang diharamkan dan tidak mengetahui batasan-batasannya hingga dirinya dikuasai dyaiyhan dan hawa nafsu.

Umay Islam telah mengalami keadaan yang lemah dan tak berdaya. Musuh-musuh kita yelah menggunakan kesempatan untuk mengambil keuntungan. Bukan hanya itu, mereka juga ingin memalingkan dan menghancurkan pemuda-pemuda Islam dari agamanya dan memalingkannya dari keta'atan kepada Rabbnya. Pemuda jika baik akan membuat umat ini mulia dan jika rusak akan membuat umat ini hancur dan runtuh.

Sesungguhnya perunbahan yang hakiki bagi setiap umat bukan pada minyak buminya, teknologinya, pertaniannya, akan tetapi pada keteguhan para pemudanya. Karena setiap umat tidak memiliki minyak bumi, teknologi, dan pertanian tatapi setiap umat memiliki para pemuda jika mereka baik maka membangun umatnya dan menjadi para pemimpin yang adil. Sungguh kemajuan umat ini tergadaikan padakebaikan para pemudanya.

Pada zaman dahulu umay Islam ketika para pemudanya berada diatas jalan yang lurus berpegang teguh dengan al-Qur'an dan  sunnah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam. Ratusan ribu para pejuang Islan terdiri dari golongan pemuda. Mereka memperjuangkan dakwah Islam, menjadi pembawa panji-panji Islam, serta merekalah yang akan ke depan menjadi benteng pertahanan ataupun serangan bagi bala tentara Islam di masa Nabi ataupun sesudah itu. Mereka secarakeseluruhannya adalah adri kalangan pemuda.

Wahai para pem,uda! Untuk memotong laju musuh kita, kita usahakan perbaiki diri kita sendiri dulu. Maka bersemangatlah untuk mengerjakan shalat lima waktu berjama'ah dan ibadah-ibadah lainnya baik yang wajib ataupun yang sunnah. Hal itu merupakan perbikan jiwa kita, mengangkat umat kitadan memerangi musuh kita.

Pemuda, kaulah tunas penmuh penantain, sosok harapan umat. Di pundakmu fajar kebangkitan tersematkan. Di tanganmu kelak akan lahir kejayaan. Manfaatkan waktu mudamu dalam keta'atan pada Rabbmu. Jangan sekali-kali kau serhkan piala kemenangan pada syaithan.



(Kartu Dakwah HASMI No.38)

Minggu, 10 Juni 2012

(Copas Dari Sebuah Grup di Facebook)

Ana ingin berhenti saja!


“AKHI, dulu ana merasa semangat saat aktif dalam dakwah. Tapi belakangan rasanya semakin hambar. Ukhuwah makin kering. Bahkan ana melihat temyata ikhwah banyak pula yang aneh-aneh." Begitu keluh kesah seorang mad'u kepada murabbinya di suatu malam.

Sang murabbi hanya terdiam, mencoba terus menggali semua kecamuk dalam diri mad'unya. "Lalu, ap...a yang ingin antum lakukan setelah merasakan semua itu?" sahut sang murabbi setelah sesaat termenung.
“Ana ingin berhenti saja, keluar dari tarbiyah ini. Ana kecewa dengan perilaku beberapa ikhwah yang justru tidak islami. Juga dengan organisasi dakwah yang ana geluti; kaku dan sering mematikan potensi anggota-anggotanya. Bila begini terus, ana mendingan sendiri saja..." jawab mad'u itu.
Sang murabbi termenung kembali. Tidak tampak raut terkejut dari roman wajahnya. Sorot matanya tetap terlihat tenang, seakan jawaban itu memang sudah diketahuinya sejak awal.
"Akhi, bila suatu kali antum naik sebuah kapal mengarungi lautan luas. Kapal itu ternyata sudah amat bobrok. Layarnya banyak berlubang, kayunya banyak yang keropos bahkan kabinnya bau kotoran manusia. Lalu, apa yang akan antum lakukan untuk tetap sampai pada tujuan?", tanya sang murabbi dengan kiasan bermakna dalam.
Sang mad'u terdiam berpikir. Tak kuasa hatinya mendapat umpan balik sedemikian tajam melalui kiasan yang amat tepat.
"Apakah antum memilih untuk terjun ke laut dan berenang sampai tujuan?", sang murabbi mencoba memberi opsi.
"Bila antum terjun ke laut, sesaat antum akan merasa senang. Bebas dari bau kotoran manusia, merasakan kesegaran air laut, atau bebas bermain dengan ikan lumba-lumba. Tapi itu hanya sesaat. Berapa kekuatan antum untuk berenang hingga tujuan? Bagaimana bila ikan hiu datang? Darimana antum mendapat makan dan minum? Bila malam datang, bagaimana antum mengatasi hawa dingin?" serentetan pertanyaan dihamparkan di hadapan sang mad'u.
Tak ayal, sang mad'u menangis tersedu. Tak kuasa rasa hatinya menahan kegundahan sedemikian. Kekecewaannya kadung memuncak, namun sang murabbi yang dihormatinya justru tidak memberi jalan keluar yang sesuai dengan keinginannya.
“Akhi, apakah antum masih merasa bahwa jalan dakwah adalah jalan yang paling utama menuju ridho Allah?" Pertanyaan menohok ini menghujam jiwa sang mad'u. Ia hanya mengangguk.
"Bagaimana bila temyata mobil yang antum kendarai dalam menempuh jalan itu temyata mogok? Antum akan berjalan kaki meninggalkan mobil itu tergeletak di jalan, atau mencoba memperbaikinya?" tanya sang murabbi lagi.
Sang mad'u tetap terdiam dalam sesenggukan tangis perlahannya.
Tiba-tiba ia mengangkat tangannya, "Cukup akhi, cukup. Ana sadar. Maafkan ana. Ana akan tetap istiqamah. Ana berdakwah bukan untuk mendapat medali kehormatan. Atau agar setiap kata-kata ana diperhatikan..."
"Biarlah yang lain dengan urusan pribadi masing-masing. Biarlah ana tetap berjalan dalam dakwah. Dan hanya Allah saja yang akan membahagiakan ana kelak dengan janji-janji-Nya. Biarlah segala kepedihan yang ana rasakan jadi pelebur dosa-dosa ana", sang mad'u berazzam di hadapan murabbi yang semakin dihormatinya.
Sang murabbi tersenyum. "Akhi, jama'ah ini adalah jama'ah manusia. Mereka adalah kumpulan insan yang punya banyak kelemahan. Tapi dibalik kelemahan itu, masih amat banyak kebaikan yang mereka miliki. Mereka adalah pribadi-pribadi yang menyambut seruan Allah untuk berdakwah. Dengan begitu, mereka sedang berproses menjadi manusia terbaik pilihan Allah."
"Bila ada satu dua kelemahan dan kesalahan mereka, janganlah hal itu mendominasi perasaan antum. Sebagaimana Allah ta'ala menghapus dosa manusia dengan amal baik mereka, hapuslah kesalahan mereka di mata antum dengan kebaikan-kebaikan mereka terhadap dakwah selama ini. Karena di mata Allah, belum tentu antum lebih baik dari mereka."
"Futur, mundur, kecewa atau bahkan berpaling menjadi lawan bukanlah jalan yang masuk akal. Apabila setiap ketidak-sepakatan selalu disikapi dengan jalan itu; maka kapankah dakwah ini dapat berjalan dengan baik?" sambungnya panjang lebar.
"Kita bukan sekedar pengamat yang hanya bisa berkomentar. Atau hanya pandai menuding-nuding sebuah kesalahan. Kalau hanya itu, orang kafirpun bisa melakukannya. Tapi kita adalah da'i. Kita adalah khalifah. Kitalah yang diserahi amanat oleh Allah untuk membenahi masalah-masalah di muka bumi. Bukan hanya mengeksposnya, yang bisa jadi justru semakin memperuncing masalah."
"Jangan sampai, kita seperti menyiram bensin ke sebuah bara api. Bara yang tadinya kecil tak bernilai, bisa menjelma menjadi nyala api yang membakar apa saja. Termasuk kita sendiri!"
Sang mad'u termenung merenungi setiap kalimat murabbinya. Azzamnya memang kembali menguat. Namun ada satu hal tetap bergelayut dihatinya.
"Tapi bagaimana ana bisa memperbaiki organisasi dakwah dengan kapasitas ana yang lemah ini?" sebuah pertanyaan konstruktif akhirnya muncul juga.
"Siapa bilang kapasitas antum lemah? Apakah Allah mewahyukan begitu kepada antum? Semua manusia punya kapasitas yang berbeda. Namun tidak ada yang bisa menilai, bahwa yang satu lebih baik dari yang lain!", sahut sang murabbi.
"Bekerjalah dengan ikhlas. Berilah taushiah dalam kebenaran, kesabaran dan kasih sayang kepada semua ikhwah yang terlibat dalam organisasi itu. Karena peringatan selalu berguna bagi orang beriman. Bila ada sebuah isyu atau gosip, tutuplah telinga antum dan bertaubatlah. Singkirkan segala ghil antum terhadap saudara antum sendiri. Dengan itulah, Bilal yang mantan budak hina menemui kemuliaannya."
Suasana dialog itu mulai mencair. Semakin lama, pembicaraan melebar dengan akrabnya. Tak terasa, kokok ayam jantan memecah suasana. Sang mad'u bergegas mengambil wudhu untuk qiyamullail malam itu. Sang murabbi sibuk membangunkan beberapa mad'unya yang lain dari asyik tidurnya.
Malam itu, sang mad'u menyadari kekhilafannya. Ia bertekad untuk tetap berputar bersama jama'ah dalam mengarungi jalan dakwah. Pencerahan diperolehnya. Demikian juga yang kami harapkan dari Anda, pembaca...


Wallahu a'lam. sumber: Majalah Al-Izzah, No. 07/Th.4

Persatuan Islam: Hikmah Perang Shiffin dan Perang Jamal

Masih ingatkah kita akan peristiwa perang shiffin dan perang jamal? Kisah yang dapat banyak memberikan manfaat bagi kita dalam upaya menebarkan kebaikan. Mari kita buka kembali ingatan kita akan sejarah besar tersebut. Kisah yang telah banyak di kaburkan orisinalitasnya oleh kaum orientalis dan seluruh pihak yang selalu berusaha untuk menghancurkan Dakwah Islam.
Kisah ini bermula dengan hadirnya seorang tokoh sentral yang menjadi penggerak dan pemeran utamanya. Dia adalah Abdullah bin Saba’, seorang Yahudi dari Yaman yang berpura-pura masuk Islam, jelas dengan tujuan untuk memecah-belah umat Islam ketika itu. Dalam aksinya, Abdullah bin Saba’ berhasil ‘mengkader’ beberapa kaum Muslimin untuk menjalankan ‘manhaj’ dan ‘harokah’ nya. Mayoritas mereka yang ‘terbina’ oleh Abdullah bin Saba’ adalah kaum Muslimin yang baru masuk Islam. Selain itu, Abdullah bin Saba’ pun mendapat dukungan dari para kaum munafik (munafiqqun) yang tidak betah dengan perkembangan Islam.
Pergerakan Abdullah bin Saba’ beserta beberapa kadernya yang pertama adalah berusaha memprovokasi Ali bin Abi Thalib untuk mengambil alih jabatan khalifah yang ketika itu masih diamanahkan kepada Utsman bin Affan. Namun, upaya ini gagal, bahkan beberapa kader Abdullah bin Saba’ berhasil dibunuh oleh kaum Muslimin dengan arahan dari Ali bin Abi Thalib. Hal ini menyebabkan Abdullah bin Saba’ mengungsi ke Mesir.
Selanjutnya, upaya yang dilakukan Abdullah bin Saba’ adalah memprovokasi beberapa penduduk Mesir untuk membunuh Khalifah Utsman bin Affan. Mereka (penduduk Mesir) terprovokasi oleh berita miring (gosip) seputar Kepemimpinan Utsman bin Affan yang dipropagandakan oleh Abdullah bin Saba’. Namun, upaya yang dilakukannya ini pun kembali gagal, mereka (penduduk Mesir) tidak jadi membunuh Utsman manakala telah bertemu dan mendapat penjelasan secara langsung dari Sang Khalifah dan para Sahabat yang lainnya yang tahu betul apa yang sesungguhnya terjadi, hingga mereka (penduduk Mesir) pun sadar telah ditipu mentah-mentah oleh Abdullah bin Saba’.
‘Ikhtiar’ Ibnu Saba’ (Abdullah bin Saba’) ternyata tidak berhenti, dia tidak kehabisan akal untuk terus berusaha memecah belah umat Islam, baik itu dengan membuat surat palsu seolah-olah Utsman memerintahkan kepada gubernur Mesir untuk membunuh rombongan yang hendak membunuhnya agar terkesan Utsman ‘membalas dendam’ kepada mereka, hingga pada puncaknya dia berhasil mendorong seluruh kadernya, baik itu dari kalangan Muslim maupun munafiqqun untuk membunuh Utsman dengan provokasi dan propaganda yang lebih besar.
Hasil ini (pembunuhan Utsman) ternyata tidak membuat Ibnu Saba’ berhenti ‘berkreasi’ memecah-belah umat Islam. Pasca terbunuhnya Utsman, Ali bin Abi Thalib kemudian diangkat menjadi Khalifah, namun masih ada sedikit perbedaan pendapat dikalangan para sahabat terkait penyikapan mereka terhadap para pembunuh Utsman. Pendapat pertama datang dari ‘Aisyah, Thalhah, Zubair, Muawiyyah, dan sebagainya. Mereka menuntut untuk segera memberikan hukum qishas kepada para pembunuh Utsman. Namun, Khalifah Ali bin Abi Thalib memilih untuk menundanya dengan 2 ijtihad, yaitu negara dalam keadaan kacau sehingga perlu ditertibkan dahulu dan para pembunuh Utsman sebagian adalah kaum munafiqqun dan sebagian lagi kaum Muslimin yang termakan provokasi, sehingga Ali butuh kepastian diantaranya.
Kondisi ini dimanfaatkan oleh Ibnu Saba’ dan pasukannya, terlebih ketika perbedaan pendapat itu semakin ‘memanas’ hingga perlu diadakan pertemuan khusus antara Khalifah Ali beserta pasukannya dan ‘Aisyah, Thalhah, Zubair, dan pasukannya. Awalnya mereka yang sudah ‘panas’ dengan perbedaan tersebut hendak berperang akibat provokasi yang dilancarkan oleh pasukan Ibnu Saba’. Namun, Allah berkehendak lain, mereka (Ali, ‘Aisyah, dan sebagainya) tidak jadi berperang dan lebih memilih untuk berdiskusi dalam memutuskan sikap para Sahabat terhadap para pembunuh Utsman.
Diskusi yang berjalan pun akhirnya memutuskan untuk segera memberikan hukuman qishas kepada para pembunuh Utsman. Berita ini ternyata telah diketahui oleh Ibnu Saba’ dan pasukannya, sehingga membuat mereka gelisah dan merencanakan sebuah ‘rekayasa’ peperangan diantara para Sahabat. Ketika malam hari, dimana para Sahabat dan pasukan mereka sedang beristirahat, pasukan Ibnu Saba’ melancarkan aksinya. Mereka menyerang pasukan ‘Aisyah, Thalhah, Zubair, dan sebagainya hingga menimbulkan kegaduhan dan keributan yang luar biasa. Ketika pasukan ‘Aisyah berusaha mencari tahu siapa yang menyerang mereka, munculah wacana dari pasukan Ibnu Saba’ bahwa yang menyerang mereka (pasukan ‘Aisyah) adalah pasukan Ali. Mendengar berita tersebut, pasukan ‘Aisyah lantas langsung menyerang pasukan Ali yang sedang beristirahat. Hal tersebut membuat pasukan Ali menjadi panik dan bertanya-tanya, siapakah yang menyerang mereka? Dengan langkah yang taktis dan wacana yang meyakinkan, pasukan Ibnu Saba’ menjelaskan bahwa pasukan Ali telah diserang oleh pasukan ‘Aisyah. Akhirnya perang jamal (unta) pun tidak dapat dihindarkan.
Meraka yang ‘totalitas’ dalam perang jamal adalah para prajurit yang termakan provokasi yang dilancarkan oleh pasukan Ibnu Saba’, sedangkan para Sahabat (Ali, ‘Aisyah, Thalhah, Zubair, dan sebagainya) cenderung menahan diri dan bersikap secukupnya saja, karena mereka teringat akan hadits Rasulullah yang menyatakan bahwa akan timbul peperangan yang terjadi diantara para Sahabat Rasul. Perang jamal ini dimenangkan oleh pasukan Ali dan menyebabkan dua sahabat yang dijamin masuk surga, Thalhah dan Zubair menjemput syahidnya.
Pasca perang jamal, kondisi yang seharusnya menjadi lebih baik ternyata malah bertambah kacau. Terlebih ketika Sahabat Rasul lainnya yang menjadi Gubernur di Damaskus, Muawiyyah menggerakkan pasukannya ke pusat pemerintahan Khalifah Ali untuk menuntut segera memberikan hukuman qishas bagi para pembunuh Utsman. Dengan kondisi yang masih kacau, Khalifah Ali memerintahkan pasukannya untuk memberikan penjelasan dan ‘menahan’ pasukan Muawiyyah agar tidak masuk ke pusat pemerintahan secara besar-besaran yang dikhawatirkan justru akan memperkeruh suasana. Namun, takdir Allah berkata lain, pertemuan pasukan Ali dan Muawiyyah di salah satu daerah yang dinamakan Shiffin justru menghasilkan perang saudara yang tidak diharapakan. Perang Shiffin dimenangkan oleh pasukan Ali dan berakhir dengan gencatan senjata.
Dari kedua perang inilah, khususnya perang shiffin, para Ulama berpendapat sebagai awal mula terbentuknya beberapa sekte dalam Islam. Hal ini terjadi karena ada sebagian kecil umat Islam ketika itu yang tidak puas dengan sikap dan keputusan Ali dan Muawiyyah. Sekte-sekte tersebut yang lebih dikenal dengan golongan khawarij, yaitu golongan yang mengkafirkan saudaranya sesama Muslim (ketika itu Ali dan Muawiyyah yang dikafirkan), padahal mereka termasuk orang-orang yang dijamin masuk surga oleh Allah.
Selanjutnya, apa hikmah yang dapat kita ambil dari kisah kedua perang tersebut?
1) Selalu ada tokoh utama dalam setiap pergerakan untuk memecah belah umat Islam dalam upaya penegakan kalimat Allah di muka bumi. Maka seorang Qiyadah (pemimpin) sebaiknya dapat secara bijak dan tegas dalam menyikapi keberadaan para tokoh utama tersebut. Sedangkan seorang Jundi (pasukan) sebaiknya tidak mudah terprovokasi oleh bujukan setan yang berusaha untuk menjadikan hawa nafsu ataupun obsesi diri kita menjadi pemimpin bagi kehidupan kita, sebagaimana Allah sudah mengingatkan kita dalam Al-Qur’an surat Al-Furqon (25) ayat 43-44,
“Sudahkah engkau (Muhammad) melihat orang yang menjadikan keinginannya sebagai Tuhannya? Apakah engkau akan menjadi pelindungnya? Atau apakah engkau mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami? Mereka itu hanyalah seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat jalannya.”
2) Setiap musuh Islam akan terus berusaha untuk melawan Dakwah Islam dengan jaringan kerja yang rapi, sebagaimana kita telah pahami bersama dalam beberapa materi Tarbiyah dan Dakwah kita, seperti Ahwaal Al-Muslimin Al-Yaum (Kondisi Umat Islam saat ini), Hizbusy Syaithan (Golongan Setan), Al-Ghazwu Al-Fikri (Perang Pemikiran), Al-Haq wa Al-Bathil, hingga Zionisme Internasional. Inilah pentingnya kita memahami secara mendalam pesan yang disampaikan oleh Ali bin Abi Thalib, “Kejahatan yang terstruktur dengan baik, dapat mengalahkan kebaikan yang tidak terstruktur dengan baik.”  Serta Al-Qur’an Surat Ash-Shaff (61) ayat 4,
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang dijalanNya dalam barisan yang teratur, mereka seakan-akan seperti bangunan yang tersusun kokoh.”
3) Objek provokasi ataupun propaganda yang dilancarkan oleh musuh Islam biasanya adalah orang-orang marjinal, miskin, lemah, papa, dan hidup susah. Serta memiliki sikap dengan tempramen kasar, nekad, tidak kenal basa-basi, dan berpikir pragmatis (jangka pendek). Terlebih jika akses informasi yang mereka dapatkan sangatlah minim tentang kebenaran yang sesungguhnya. Hal seperti ini sudah sering kita dengar dari para Ulama yang perlu perjuangan keras untuk mengantisipasi kristenisasi di beberapa daerah miskin. Oleh karena itu, sebaiknya kita lebih banyak mencari kebenaran dalam pandangan Islam ketimbang pembenaran yang banyak dibuat-buat oleh setan dan musuh Islam. Serta alangkah indahnya jika kita dapat saling menahan diri untuk tidak saling menghujat saudara kita dan berusaha untuk saling mengingatkan dalam hal kebajikan dan kesabaran, sebagaimana Allah mengingatkan kita dalam Al-Qur’an Surat Al-Ashr  (103),
“Demi masa. Sungguh manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerajakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.”
4) Menjadi fitrah bahwa segala aktifitas Dakwah Islam akan selalu diiringi oleh berbagai ujian, baik itu yang menimpa pribadi para Aktifis Dakwahnya ataupun Jamaah Dakwahnya. Ujian yang datang kepada pribadi aktifis Dakwahnya dapat disikapi dengan kembali kepada dua pedoman utama yang Rasulullah pesan kepada kita, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sedangkan jika ujian itu datang kepada Jamaah Dakwah, maka sebaiknya para pasukan senantiasa taat kepada pemimpin mereka dan keputusan syuro dalam proses pengambilan keputusan bersama. Mengapa demikian?
Karena pada kisah di atas kita dapat menyaksikan bagaimana Allah memberikan kemenangan kepada pasukan Khalifah Ali dalam perang Jamal (‘Aisyah) maupun perang Shiffin (Muawiyyah). Hal ini menjelaskan bahwa Allah senantiasa bersama pemimpin Jamaah Dakwah yang solid. Serta Rasulullah pun telah mengingatkan kita bahwa, “Umatku tidak akan bersepakat pada kesesatan.” Maksudnya adalah segala keputusan syuro yang dihasilkan dengan adab-adab syuro yang sesuai syariat, maka tidak mungkin menghasilkan keputusan yang buruk.
Pada akhirnya, marilah kita tadabburi bersama Al-Qur’an Surat Al-Fath (48) ayat 28,  
“Dialah yang mengutus RasulNYa dengan membawa petunjuk dan agama yang benar, agar dimenangkanNya, terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi.”
Dan Al-Qur’an Surat Ash-Shaff (61) ayat 9,  
“Dialah yang mengutus RasulNya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar, untuk memenangkannya di atas segala agama meskipun orang-orang musyrik membencinya.”
Dengan dua ayat di atas Alah telah memberikan petunjuk kepada kita bahwa Kemenangan Islam sudah menjadi keniscayaan. Tinggal kita kembalikan lagi kepada diri kita, apakah kita ingin menjadi bagian dari Kemenangan tersebut atau justru terus berusaha untuk melawan arus kehidupan yang telah Allah tetapkan? Semoga Allah senantiasa memberikan kekuatan, keteguhan, dan kebersamaan dalam menjalani aktifitas Dakwah yang terus kita perjuangkan.
Wallahu’alam bishawab.





http://shandydf.wordpress.com/2011/07/26/persatuan-islam-hikmah-perang-shiffin-dan-perang-jamal/

LILLAAH (Tak 'Kan Menyerah)

Lillaah.. Aku tak ingin berucap lelah
Walau penat telah tertumpah
Walau konsepku mulai tak terarah
Walau jiwa berulang kali goyah
Berkeluh kesah hanya berujung sumpah serapah

Lillaah..
Akui saja diri ini memang lemah
Berkali-kali terpedaya syaitan dengan mudah
Tapi ku coba tetap berdiri meski harus mengenakan penyanggah
Terus berlari diiringi napas setengah-setengah

Lillaah..
Ku harap masih tersisa sepercik berkah
Tuk mewujudkan seuntai jalinan kisah
Dalam suatu masa antah berantah
Menuju negeri keridhaan yang mereka sebut jannah


03:06
141211
_Riyya ^_^v
*setelah sekian lama gak menulis